Sesungguhnya penyelenggaraan perayaan yang
memperingati peristiwa-perisiwa Islam tertentu yang kemudian dijadikan sebagai
perantara untuk mendapat berkah itu, pada mulanya hanya dikenal oleh kelompok
kebatinan yang buruk. Mereka adalah Bani Ubaid Al Qaddah yang menamakan dirinya
sebagai Fatimiyyun.
Upacara maulid adalah
termasuk perbuatan yang dicontohkan oleh para ahli penyimpangan dan kesesatan,
sesungguhnya orang yang pertama yang memunculkan perayaan upacara maulid adalah
orang-orang dari Bani Fatimiyyun dari golongan Ubaidiyyun yang hidup dikurun
waktu ke-4 Hijriyah.
Mereka ini sengaja mengklaim dirinya sebagai
pengikut Fathimah radhiallahu anha secara dzalim dan untuk mencemarkan nama
baiknya padahal sebenarnya mereka adalah sekelompok orang-orang Yahudi atau ada
yang mensinyalir bahwa mereka dari orang Majusi (penyembah api) bahkan ada yang
mengatakan mereka berasal dari kelompok Atheis
Pendapat lain, seperti
Imam As Suyuthi dalam Husnul Maqshud fi Amal Al Maulid menegaskan:
“Orang yang pertama kali mengadakan peringatan hari Maulid Nabi
adalah penduduk Irbal, Raja Agung Abu Sa’id Kau Kaburi bin Zainuddin Ali bin Bakitkin, seorang
raja negeri Amjad.4
Dan ini diikuti oleh
Syaikh Muhammad bin Abu Ibrahim Alu Syaikh:
“Bid’ah peringatan
Maulid Nabi ini, pertama kali diadakan oleh Abu Sa’id Kau Kaburi pada abad ke-6
H”
Syaikh Hamud Tuwaijiri:
“Upacara peringatan
maulid adalah bid’ah dalam Islam yang diadakan oleh sulthan Irbal pada akhir
abd ke-6H atau pada awal abad ke-7H.”
Al Ubaidiyyun memasuki
Mesir 362H dan raja terakhirnya Al Adhid meninggal 567H, sedangkan penguasa
Irbal dilahirkan 549H dan meninggal 630H, ini menjadi bukti bahwa kelompok
Ubadiyyun lebih dahulu daripada penguasa Irbal -Al Malik Al Mudzaffar- dalam
mengadakan upacara peringatan maulid Nabi.
Bukan tidak sah mengatakan bahwa penguasa Irbal
adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi di Maushil, karena yang
dilakukan Al Ubaidiyyun diadakan di negeri sendiri -Mesir, seperti yang
dijelaskan dalam buku-buku sejarah. Wallahu a’lam.5
Kesimpulannya adalah
bahwa mengadakan peringatan maulid Nabi r dengan tujuan untuk mendekatkan
diri kepada Allah ta’ala, dan pengagungan terhadap Rasulullah r termasuk dari
ibadah. Jika ia termasuk ibadah maka kita tidak diperbolehkan untuk mengadakan
perkara baru pada agama Allah (bid’ah) yang bukan syari’at-Nya. Oleh karena itu
peringatan maulid Nabi r termasuk bid’ah dalam agama dan termasuk yang
diharamkan.
Kemudian kita mendengar informasi bahwasannya
pada acara peringatan maulid Nabi r terdapat
kemunkaran-kemunkaran yang besar, yang tidak dibenarkan syar’i, indera maupun
akal. Dimana mereka mensenandungkan qashidah yang didalamnya mengandung
pengkultusan terhadap Nabi r, hingga terjadi pengagungan yang
melebihi pengagungannya kepada Allah ta’ala –kita berlindung
kepada Allah dari hal ini-.
Dan juga kita mendengar informasi tentang
kebodohan sebagian orang yang mengikuti acara peringatan maulid
Nabi tersebut , dimana ketika dibacakan kisah maulid
(kelahiran) beliau, lalu ketika sampai pada perkataan (dan lahirlah
Musthafar), maka mereka semua serentak berdiri. Mereka mengatakan bahwa
ruh Rasulullah r telah datang, maka kami berdiri sebagai penghormatan
terhadap kedatangan ruhnya. Dan ini jelas suatu kebodohan.
Dan bukan merupakan adab bila mereka berdiri
untuk menghormati kedatangan ruh Nabi r, karena Rasulullah r merasa enggan
(tidak senang) apabila ada sahabat yang berdiri untuk menghormatinya. Padahal
kecintaan dan pengagungan para sahabat terhadap
Rasulullah r melebihi yang lainnya, akan tetapi mereka tidak
berdiri untuk memuliakan dan mengagungkannya, ketika mereka melihat keengganan
Rasulullah r dengan perbuatan tersebut. Jika hal ini
tidak mereka lakukan pada saat Rasulullah r masih hidup, lalu
bagaimana hal tersebut bisa dilakukan oleh manusia setelah beliau meninggal
dunia?.
Bid’ah ini, maksudnya
adalah bid’ah maulid, terjadi setelah berlalunya 3 (tiga) kurun waktu
yang terbaik (masa sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). sesungguhnya
Peringatan maulid Nabi r telah menodai kesucian aqidah dan juga
mengundang terjadinya ikhtilath (bercampur-baurnya antara laki-laki dan wanita)
serta menimbulkan perkara-perkara
Semoga bermanfaat